Langsung ke konten utama

Penikmat Kopi dan Senja

 



Kamu melambai ke arahku, dengan senyum riang dan tatapan lembut.

Sekarang aku benar-benar melihat wajah aslimu. Rupanya, tidak jauh berbeda dari perkiraanku. 

"Ini senja," katamu seolah bertanya padaku apakah tidak apa-apa jika pulang malam.

Aku tersenyum. Entah mengapa semua menjadi tak masalah jika bersamamu. Aku melihatmu terkejut ketika mendengarku memesan Americano double shot. Aku tahu isi hatimu. Kamu berpikir perempuan sepertiku pasti lebih menyukai minuman-minuman manis dengan banyak gula dan susu.

Kamu tersenyum tipis dan mengikuti pilihanku. Tatapan mata kita beradu. Dua gelas kopi di depan kita mulai srut sedikit demi sedikit menyaksikan obrolan kita yang menggelikan. Kamu bilang kamu lebih menyukai langit senja yang teduh, tenang, dan tidak panas.

Sesekali kamu melepas kacamata minusmu dan terlihat garis-garis wajahmu yang tegas, memperhatikanku berkata-kata. 

Kamu menatapku lekat sembari melipat kaos lengan panjangmu berkata tersipu, "Aku nervous bertemu kamu."

Tanpa sadar kalimat itu menggetarkan detak jantungku. Membuatnya berdebar semakin cepat. Aku berdehem berusaha menyembunyikannya. Aku takut jika kamu mendengarnya.

Aku terkesiap menyadari lampu tempat kita duduk berhadapan mulai menguning. Bayangmu terlihat jelas di depanku. Suaramu yang tegas masuk perlahan melalui telingaku, melingkupi setiap tulang dalam tubuhku. Betapa hangatnya. 

Senja semakin larut dan berubah menjadi malam. Kamu mengiring langkahku, menjadi sosok yang kuat, meski hanya melindungiku dari keramaian kota.

Tanpa terasa tatapan kita semakin dekat, lekat. Aku dan kamu saling menahan diri, menahan perasaan kita.

Terlalu awal untuk memulai sebuah hubungan. Perkenalan kita  terlalu singkat dan terkadang membuatku sadar bahwa aku belum mengenalmu lebih dari sekedar fisik dan kepribadian luarmu. 

Terlalu cepat. Aku masih ingin berlama-lama menikmati kopi ini dan senjaku bersamamu, meskipun perlahan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masalah itu Hadiah?? Yg Bener Aja..

Siapapun kita, berapapun usia kita, apapun kepercayaan kita, dimanapun kita tinggal, semua orang pasti menyukai hadiah? Jika mendapat hadiah, pasti terlihat muka yg begitu bahagia apapun jenis hadiahnya, mau handmade ataupun barang beli. Apalagi jika hadiah itu berasa dari orang yg kita cintai. Kita akan sering memakainya. . Pertanyaaannya, apakah ketika mendapat masalah kita juga sesenang itu?? Kebanyakan dari kita atau mngkin hampir semua orang akan langsung mengelak. Seandainya hidup ngga ada masalah pasti seru yah? Yg kita hadapi hanya hadiah, hadiah dan hadiah saja. Pasti menjadi senang dan bersyukur adalah hal yg membosankan. Krn tiap hari kita senang dan tiap hari juga kita bahagia. Mana bagian tersulitnya?? Hidup menjadi lebih mudah. Bukankah begitu?? Sayangnya, semua ini hanya didasarkan dari bagaimana cara seseorang berpikir. Jika masalah selalu dianggap masalah mala dia akan tetap menjadi teka teki yg sulit dipecahkan. Namun, jika dia dianggap sebagai hadiah, perlahan kita ...

Satu Versi Saja

  Seringkali seseorang memiliki beberapa karakter yang disesuaikan dengan tempat, lingkungan, dan kondisi. Jika berada di kantor harus tegas dan kaku, sedangkan saat di rumah suka bercanda. Beda lagi jika bertemu teman menjadi lebih menjaga image dan cuek. Semuanya disesuaikan dengan tempat dan waktu layaknya dresscode pada sebuah acara. Sayangnya, semua yang kita hadapi bukanlah benda mati seperti batu, dinding, pensil, dan lain sebagainya. Namun, manusia yg sama2 memiliki perasaan, sama2 ingin dimengerti, sama2 ingin dipahami dan dihargai. Hukum tabur tuai sudah diajarkan sejak dahulu, "barangsiapa menabur kebaikan maka ia akan menuai kebaikan juga. Barangsiapa menabur keburukan, ia akan menuai keburukan juga." Kalau kita ingin dihargai dan dimengerti orang lain, namun sebaliknya kita justru bersikap dingin dan cuek terhadap orang lain, bukankah kita sama saja menabur hal yg buruk? . Nah, salah satu jawaban untuk banyaknya pertanyaan di benak kita adalah jadilah dirimu sen...

Hujan Kala Itu

  Hujan... Aku sangat senang ketika hujan datang, karena saat itu aku akan mengulang memori pertemuan kita seperti menonton sebuah drama atau film. Aku bisa mendengar derap langkah yang terburu-buru. Langkah itu tidak sabar untuk berhenti dan ketika ia berhenti, ia berjalan tenang menghampirimu. Semua kenangan itu terjadi saat hujan datang. Aku suka hujan deras Aku suka bau air yang bercampur tanah Di saat hujan, aku sering dengan sengaja mendengar alunan piano sembari memejamkan mata untuk menemuimu dalam imajinasiku. Hujan sering membisikkan suaramu ketika menyapaku, ketika memanggil namaku, sayang. Namun, hujan tak lagi datang. Justru gerimis yang menghampiriku. Gerimis membuatku berharap lebih. Awan gelap membuatku menantimu Aku rindu berlari padamu sekali lagi dalam hujan kala itu Gerimis menghancurkan hatiku Aku tak lagi mendengar bisikmu Aku mencarinya, tapi ia hilang bersama hujan. Hujan... apakah di sana kamu juga menyampaikan rinduku padanya? Apakah kamu membawa suaraku u...